Mengenai Saya

Foto saya
Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia

Sabtu, 04 Mei 2013

Hernia Inguinalis Lateralis (HIL)


BAB I
KONSEP MEDIS

A.    Defenisi
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis, dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum dan terjadi perlengketan (Sjamsuhidajat, 1997).
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus atau lateralis menyelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga perut melalui anulus inguinalis externa atau medialisis (Arif Mansjoer dkk, 2001).
B.     Etiologi
1.      Faktor congenital
Pada pria terdapat suatu processus yang berasal dari peritoneum parietalis, yang dalam masa intra uterin merupakan guide yang diperlukan dalam desenskus testikulorm, processus ini seharusnya menutup. Bila testis tidak sampai ke skrotum, processus ini tetap akan terbuka, atau bila penurunan baru terjadi 1 – 2 hari sebelum kelahiran, processus ini belum sempat menutup dan pada waktu lahir masih tetap terbuka.
2.      Faktor utama
Terjadi setelah operasi sebagai akibat gangguan penyembuhan luka.
3.      Faktor umur dan jenis kelamin
Orang tua lebih sering daripada anak muda, pria lebih banyak dari pada wanita.
4.      Faktor adipositas
Pada orang gemuk jaringan lemaknya tebal tetapi dinding ototnya tipis sehingga mudah terjadi hernia.
5.      Faktor kelemahan muskulo aponeurosis
Biasanya ditemukan pada orang kurus.
6.      Faktor tekanan intra abdominal
Ditemukan pada orang-orang dengan batuk yang kronis, juga pada penderita dengan kesulitan miksi seperti hypertrofi prostat, gangguan defekasi, serta pada orang yang sering mengangkat berat.
C.    Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah factor congenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu melalui kanalis inguinalis faktor yang kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan factor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari annulus ingunalis ekstermus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi talis perma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga adayang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis. Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses local atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltikusus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala illeus yaitu perut kembung, muntahdan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul lebih berat dan kontinyu, daerah benjolanmenjadi merah.
D.    Manifestasi Klinik
1.      Pada orang dewasa
a.       Laki-laki
1)      Benjolan di daerah inguinal dapat mencapai skrotum.
2)      Benjolan timbul bila berdiri atau mengejan dan bila berdiri lama/mengejan kuat maka benjolan makin membesar.
3)      Terasa nyeri bila terjadi incarserata dan terasa kram apabila benjolannya besar.

b.      Wanita
Benjolan dapat mencapai labium majus.
2.      Pada anak-anak
Bila menangis, timbul benjolan pada abdomen bagian bawah, dapat mencapai skrotum atau labium majus, bila berbaring benjolan akan hilang karena isi kantong hernis masuk ke dalam kavum abdomen.
E.     Komplikasi
1.      Perlekatan / hernia akreta
2.      Hernia irreponibel
3.      Jepitan → vaskularisasi terganggu → iskhemi → gangrene → nekrosis
4.      Infeksi
5.      Obstipasi → obstruksi / konstipasi
6.      Hernia incarserata → Illeus
F.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Laboratorium
2.      Rontsgen
3.      EKG
4.      USG
G.    Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif terbatas mulai tindakan melakukan reposisi. Dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. (R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
Pengkajian  pasien Post operatif   (Doenges, 1999) adalah meliputi :
1.      Sirkulasi
      Gejala  :    Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
2.      Integritas ego
      Gejala  :    Perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
      Tanda  :    Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
3.      Makanan / cairan
Gejala  :    Insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk Hipoglikemi /ketoasidosis); malnutrisi (termasuk obesitas); membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
4.      Pernapasan
      Gejala  :    Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5.      Keamanan
Gejala  :    Alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi  sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda  :    Menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6.      Penyuluhan / Pembelajaran
      Gejala  :    Pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan  ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Periode pra-operatif
Nyeri behubungan dengan adanya otot tegang dan respon otomatis.
2.      Periode post-operatif
a.        Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.
b.       Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
c.        Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.
d.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
C.    Rencana/Intervensi Keperawatan
1.      Diagnosa periode pra-operatif
a.       Nyeri behubungan dengan adanya otot tegang dan respon otomatis
Tujuan : klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1)      Kaji nyeri, catat lokasi nyeri, karakteristik.
Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat & kemajuan penyembuhan.
2)      Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Rasional : Grafitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau felvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
3)      Dorong ambulasi dini
Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh: merangsang peristaltik & kelancaran flatus & menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
4)      Berikan aktivitas hiburan
Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi & dapat meningkatkan kemampuan koping.
5)      Kolaborasi : Pertahankan puasa
Rasional : menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/muntah.
6)      Klaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan nyeri , mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain.

b.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan puasa.

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembapan membran mukosa, turgor kulit baik, standart Vital  stabil, & secara individual haluaran urine yang adekuat.
Intervensi :
1)      Observasi Vital sign
Rasional : tanda yang membantu mengetahui tindakan keperawatan selanjutnya.
2)      Lihat membran mukosa : kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi, perifer & hidrasi seluler.
3)      Awasi masukan & haluaran : Catat warna urine, konsentrasi & berat jenis
Rasional : penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis, diduga dehidrasi / kebutuhan peningkatan cairan

4)      Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus & gerakan usus
Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan peroral.
5)      Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukkan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
Rasional : menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
6)      Berikan perawatan mulut sering & perhatian khusus pada perlindungan bibir
Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir & mulut kering & pecah-pecah
7)      Kolaborasi : berikan cairan IV dan elektrolit
Rasional : peritonium bereaksi terhadap iritasi / infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia.
c.       Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : mendemonstrasikan pemeliharaan/ kemajuan penambahan berat badan yang di inginkan dengan normalisasi nilai Laboratorium & tak ada tanda-tanda Malnutrisi.
Intervensi
1)      Timbang BB sesuai indikasi, Catat masukan & haluaran
Rasional : mengidentifikasi status cairan, serta memastikan kebutuhan metabolic
2)      Auskultasi bising usus, palpasi abdomen
Rasional : Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 – 4 hari)
3)      Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pesien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein & vitamin C.
Rasional : meningkatkan kerjasama pasien, dengan aturan diet protein/Vit C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan & perbaikkan. Malnutrisi adalah faktor dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi
4)      Observasi terhadap terjadinya diare, makanan bau busuk & berminyak
Rasional : sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus memerlukan evaluasi lanjutan & perubahan diet
5)      Kolaborasi : Berikan cairan IV misalnya Albumin, lipid dan elektrolit.
Rasional : memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa, infeksi atau neoplasma dapat menimbulkan anemia atau malabsorbsi, menurunkan pengiriman nutrien pada tingkat seluler.
Memberikan obat-obat sesuai indikasi. Antimetik, mis ploklorparazin
Rasional : mencegah muntah.
d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dan perubahan status kesehatan.
Tujuan : menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan & potensial komlikasi. Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
1)      Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan/prognosis dan kemungkinan pilihan pengobatan.
Rasional: mengidentifikasi area kekurangan pengetahuan/ salah informasi & memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai keperluan.
2)      Berikan informasi khusus tentang pencegahan penyakit
Rasional : klien dan keluarga dapat memahami cara pencegahan penyakit guna untuk pengetahuan lebih lanjut.
3)      Tekankan pentingnya mengevaluasi pemeriksaan fisik & laboratorium.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.
4)      Berikan kesempatan klien & keluarga untuk bertanya apabila ada yang kurang dipahami
Rasional : untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang penyakitnya.
5)      Berikan respon yang baik jika klien dan keluarga menjawab pertanyaan dengan benar
Rasional : menanbah percaya diri & memotivasi klien.
2.      Diagnosa periode post-operatif
a.       Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria Hasil : a.  klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
b. tanda-tanda vital normal
c. pasien tampak tenang dan rileks
intervensi
1)      Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
2)      Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
3)      Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
4)      Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman.
5)      Kolaborasi untuk pemberian analgetik
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.
b.      Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
Tujuan : tidak ada infeksi.
Kriteria hasil : a. tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. luka bersih tidak lembab dan kotor.
c. Tanda-tanda vital normal.
Intervensi
1)      Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuh berusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang masuk maka terjadi peningkatan tanda vital.
2)      Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : perawatan luka dengan teknik aseptik mencegah risiko infeksi.
3)      Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4)      Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan  leukosit.
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal membuktikan adanya tanda-tanda infeksi.
5)      Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
c.       Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.
Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman
Kriteria hasil : a.  pasien mengungkapkan kemampuan untuk tidur.
b. pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur
c. kualitas dan kuantitas tidur normal
Intervensi
1)      Mandiri
a)      Berikan kesempatan untuk beristirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan pada siang hari, turunkan aktivitas mental/ fisik pada sore hari.
Rasional : Karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat mengakibatkan kebingungan, aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan yang meningkatkan waktu tidur.
b)      Hindari penggunaan ”Pengikatan” secara terus menerus
Rasional : Risiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istirahat.
c)      Evaluasi tingkat stres / orientasi sesuai perkembangan hari demi hari.
Rasional : Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif (sindrom sundowner) dapat melanggar pola tidur yang  mencapai tidur pulas.
d)     Lengkapi jadwal tidur dan ritoal secara teratur. Katakan pada pasien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.
Rasional : Pengatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kestabilan lingkungan. Catatan: Penundaan waktu tidur mungkin diindikasikan untuk memungkin pasien membuang kelebihan energi dan memfasilitas tidur.
e)      Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan masase punggung.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasan mengantuk
f)       Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur.
Rasional : Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi kekamar mandi/berkemih selama malam hari.
g)      Putarkan musik yang lembut atau ”suara yang jernih”
Rasional : Menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara-suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyeyak.
2)      Kolaborasi
a)      Berikan obat sesuai indikasi : Antidepresi, seperti amitriptilin (Elavil); deksepin (Senequan) dan trasolon (Desyrel).
Rasional : Mungkin efektif dalam menangani pseudodimensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur, tetapi anti kolinergik dapat mencetuskan dan memperburuk kognitif dalam efek samping tertentu (seperti hipotensi ortostatik) yang membatasi manfaat yang maksimal.
b)      Koral hidrat; oksazepam (Serax); triazolam (Halcion).
Rasional : Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis rendah mungkin efektif dalam mengatasi insomia atau sindrom sundowner
c)      Hindari penggunaan difenhidramin (Benadry1).
Rasional : Bila digunakan untuk tidur, obat ini sekarang dikontraindikasikan karena obat ini mempengaruhi produksi asetilkon yang sudah dihambat dalam otak pasien dengan DAT ini.
d.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas ringan atau total.
Kriteria hasil : a. perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
b. pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
c. Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak
Intervensi
1)      Rencanakan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2)      Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3)      Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4)      Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marylinn E, 2000. Moorhouse Mary Frances, geissler Alice. Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi 3), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, Media Aesculapius, Jakarta.

Setiawan, 2012. Hernia Inguinalis. (online), (http://setiawanaj.blogspot.com/ diakses tanggal 20 Nopember 2012).

Sjamsuhidajat, Wim De Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, penerbit EGC, Jakarta.










1 komentar: