BAB
I
KONSEP
MEDIS
A.
Defenisi
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang keluar dari rongga
peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis
inguinalis, dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus, apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum dan
terjadi perlengketan (Sjamsuhidajat, 1997).
Hernia
inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus atau
lateralis menyelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga perut melalui anulus
inguinalis externa atau medialisis (Arif Mansjoer dkk, 2001).
B.
Etiologi
1. Faktor congenital
Pada pria terdapat suatu processus yang
berasal dari peritoneum parietalis, yang dalam masa intra uterin merupakan
guide yang diperlukan dalam desenskus testikulorm, processus ini seharusnya
menutup. Bila testis tidak sampai ke skrotum, processus ini tetap akan terbuka,
atau bila penurunan baru terjadi 1 – 2 hari sebelum kelahiran, processus ini
belum sempat menutup dan pada waktu lahir masih tetap terbuka.
2. Faktor utama
Terjadi setelah operasi sebagai akibat
gangguan penyembuhan luka.
3. Faktor umur dan jenis kelamin
Orang tua lebih sering daripada anak muda,
pria lebih banyak dari pada wanita.
4. Faktor adipositas
Pada orang gemuk jaringan lemaknya tebal
tetapi dinding ototnya tipis sehingga mudah terjadi hernia.
5. Faktor kelemahan muskulo aponeurosis
Biasanya ditemukan pada orang kurus.
6. Faktor tekanan intra abdominal
Ditemukan pada orang-orang dengan batuk yang
kronis, juga pada penderita dengan kesulitan miksi seperti hypertrofi prostat,
gangguan defekasi, serta pada orang yang sering mengangkat berat.
C.
Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama
adalah factor congenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada
waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu melalui kanalis
inguinalis faktor yang kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil,
batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan factor usia,
masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan
menonjol keluar dari annulus ingunalis ekstermus. Apabila hernia ini berlanjut
tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi talis perma pada
laki-laki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara
spontan maupun manual juga adayang tidak dapat kembali secara spontan ataupun
manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini akan
mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan
terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan mencekik
sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala illeus yaitu gejala
abstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan
kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan iskemik. Isi hernia ini akan menjadi
nekrosis. Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses local atau prioritas jika terjadi hubungan dengan
rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltikusus
yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala illeus
yaitu perut kembung, muntahdan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul
lebih berat dan kontinyu, daerah benjolanmenjadi merah.
D.
Manifestasi
Klinik
1. Pada orang dewasa
a. Laki-laki
1) Benjolan di daerah inguinal dapat mencapai skrotum.
2) Benjolan timbul bila berdiri atau mengejan dan
bila berdiri lama/mengejan kuat maka benjolan makin membesar.
3) Terasa nyeri bila terjadi incarserata dan
terasa kram apabila benjolannya besar.
b. Wanita
Benjolan dapat
mencapai labium majus.
2. Pada anak-anak
Bila menangis, timbul benjolan pada abdomen
bagian bawah, dapat mencapai skrotum atau labium majus, bila berbaring benjolan
akan hilang karena isi kantong hernis masuk ke dalam kavum abdomen.
E.
Komplikasi
1. Perlekatan / hernia akreta
2. Hernia irreponibel
3. Jepitan → vaskularisasi terganggu → iskhemi
→ gangrene → nekrosis
4. Infeksi
5. Obstipasi → obstruksi / konstipasi
6. Hernia incarserata → Illeus
F.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Laboratorium
2. Rontsgen
3. EKG
4. USG
G.
Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif terbatas mulai tindakan melakukan reposisi. Dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah
direposisi. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip
dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi
dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi
hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia
dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioplastik dilakukan tindakan
memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis. (R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong).
BAB
II
KONSEP
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkajian
pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :
1. Sirkulasi
Gejala : Riwayat
masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis
vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
2.
Integritas
ego
Gejala : Perasaan
cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : Tidak
dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
3.
Makanan
/ cairan
Gejala : Insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi
untuk Hipoglikemi /ketoasidosis); malnutrisi (termasuk obesitas); membrane
mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
4.
Pernapasan
Gejala : Infeksi,
kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5.
Keamanan
Gejala : Alergi/sensitive terhadap
obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko
infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi
kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi
; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat
mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : Menculnya proses infeksi
yang melelahkan ; demam.
6.
Penyuluhan
/ Pembelajaran
Gejala : Pengguanaan
antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi,
antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau
obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan
ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial
bagi penarikan diri pasca operasi).
B.
Diagnosa
Keperawatan
1. Periode pra-operatif
Nyeri behubungan dengan adanya otot tegang dan respon
otomatis.
2.
Periode
post-operatif
a.
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan
operasi.
b. Resiko terjadi infeksi berhubungan
dengan luka insisi bedah/operasi.
c.
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum.
C.
Rencana/Intervensi
Keperawatan
1. Diagnosa periode pra-operatif
a. Nyeri behubungan dengan adanya otot
tegang dan respon otomatis
Tujuan
: klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, tampak rileks, mampu tidur /
istirahat dengan tepat.
Intervensi
:
1)
Kaji
nyeri, catat lokasi nyeri, karakteristik.
Rasional
: berguna dalam pengawasan keefektifan obat & kemajuan penyembuhan.
2)
Pertahankan
istirahat dengan posisi semi fowler
Rasional
: Grafitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau felvis,
menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
3)
Dorong
ambulasi dini
Rasional
: meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh: merangsang peristaltik &
kelancaran flatus & menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
4)
Berikan
aktivitas hiburan
Rasional
: fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi & dapat meningkatkan
kemampuan koping.
5)
Kolaborasi
: Pertahankan puasa
Rasional
: menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi
gaster/muntah.
6)
Klaborasi
: berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional
: menghilangkan nyeri , mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan puasa.
Tujuan
: Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembapan membran mukosa,
turgor kulit baik, standart Vital stabil, & secara individual
haluaran urine yang adekuat.
Intervensi
:
1)
Observasi
Vital sign
Rasional
: tanda yang membantu mengetahui tindakan keperawatan selanjutnya.
2)
Lihat
membran mukosa : kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional
: Indikator keadekuatan sirkulasi, perifer & hidrasi seluler.
3)
Awasi
masukan & haluaran : Catat warna urine, konsentrasi & berat jenis
Rasional
: penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis, diduga
dehidrasi / kebutuhan peningkatan cairan
4)
Auskultasi
bising usus, catat kelancaran flatus & gerakan usus
Rasional
: indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan peroral.
5)
Berikan
sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukkan peroral dimulai, dan lanjutkan
dengan diet sesuai toleransi.
Rasional
: menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
6)
Berikan
perawatan mulut sering & perhatian khusus pada perlindungan bibir
Rasional
: dehidrasi mengakibatkan bibir & mulut kering & pecah-pecah
7)
Kolaborasi
: berikan cairan IV dan elektrolit
Rasional
: peritonium bereaksi terhadap iritasi / infeksi dengan menghasilkan sejumlah
besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan
hipovolemia.
c.
Resiko tinggi
terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan intake
yang tidak adekuat.
Tujuan :
mendemonstrasikan pemeliharaan/ kemajuan penambahan berat badan yang di
inginkan dengan normalisasi nilai Laboratorium & tak ada tanda-tanda
Malnutrisi.
Intervensi
1) Timbang BB sesuai indikasi, Catat
masukan & haluaran
Rasional
: mengidentifikasi status cairan, serta memastikan kebutuhan metabolic
2) Auskultasi bising usus, palpasi
abdomen
Rasional
: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 – 4 hari)
3) Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan
diet dari pesien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein & vitamin C.
Rasional
: meningkatkan kerjasama pasien, dengan aturan diet protein/Vit C adalah
kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan & perbaikkan. Malnutrisi
adalah faktor dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi
4) Observasi terhadap terjadinya diare,
makanan bau busuk & berminyak
Rasional
: sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus memerlukan
evaluasi lanjutan & perubahan diet
5) Kolaborasi : Berikan cairan IV misalnya
Albumin, lipid dan elektrolit.
Rasional
: memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa,
infeksi atau neoplasma dapat menimbulkan anemia atau malabsorbsi, menurunkan
pengiriman nutrien pada tingkat seluler.
Memberikan
obat-obat sesuai indikasi. Antimetik, mis ploklorparazin
Rasional
: mencegah muntah.
d.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dan perubahan status
kesehatan.
Tujuan :
menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan & potensial komlikasi. Berpartisipasi
dalam program pengobatan.
Intervensi
1) Kaji tingkat pemahaman proses
penyakit, harapan/prognosis dan kemungkinan pilihan pengobatan.
Rasional:
mengidentifikasi area kekurangan pengetahuan/ salah informasi & memberikan
kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai keperluan.
2) Berikan informasi khusus tentang
pencegahan penyakit
Rasional
: klien dan keluarga dapat memahami cara pencegahan penyakit guna untuk
pengetahuan lebih lanjut.
3) Tekankan pentingnya mengevaluasi
pemeriksaan fisik & laboratorium.
Rasional
: untuk mengetahui keadaan umum pasien.
4) Berikan kesempatan klien &
keluarga untuk bertanya apabila ada yang kurang dipahami
Rasional
: untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang penyakitnya.
5) Berikan respon yang baik jika klien
dan keluarga menjawab pertanyaan dengan benar
Rasional
: menanbah percaya diri & memotivasi klien.
2.
Diagnosa periode
post-operatif
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.
Tujuan
: Nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria
Hasil : a. klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
b.
tanda-tanda vital normal
c.
pasien tampak tenang dan rileks
intervensi
1)
Pantau
tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional
: Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
2)
Anjurkan
klien istirahat ditempat tidur
Rasional
: istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
3)
Atur
posisi pasien senyaman mungkin
Rasional
: posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta
mengurangi nyeri.
4)
Ajarkan
teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional
: relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman.
5)
Kolaborasi
untuk pemberian analgetik
Rasional
: analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih
nyaman.
b. Resiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
Tujuan
: tidak ada infeksi.
Kriteria
hasil : a. tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b.
luka bersih tidak lembab dan kotor.
c.
Tanda-tanda vital normal.
Intervensi
1)
Pantau
tanda-tanda vital.
Rasional
: Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar kemungkinan adanya gejala
infeksi karena tubuh berusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang masuk
maka terjadi peningkatan tanda vital.
2)
Lakukan
perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional
: perawatan luka dengan teknik aseptik mencegah risiko infeksi.
3)
Lakukan
perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
Rasional
: untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4)
Jika
ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb
dan leukosit.
Rasional
: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal membuktikan adanya
tanda-tanda infeksi.
5)
Kolaborasi
untuk pemberian antibiotik.
Rasional
: antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
c. Gangguan pola tidur berhubungan
dengan nyeri post operasi.
Tujuan
: pasien dapat tidur dengan nyaman
Kriteria
hasil : a. pasien mengungkapkan kemampuan untuk tidur.
b.
pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur
c.
kualitas dan kuantitas tidur normal
Intervensi
1)
Mandiri
a) Berikan kesempatan untuk
beristirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan pada siang hari, turunkan
aktivitas mental/ fisik pada sore hari.
Rasional
: Karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang
dapat mengakibatkan kebingungan, aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi
berlebihan yang meningkatkan waktu tidur.
b) Hindari penggunaan ”Pengikatan”
secara terus menerus
Rasional
: Risiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istirahat.
c) Evaluasi tingkat stres / orientasi
sesuai perkembangan hari demi hari.
Rasional
: Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif
(sindrom sundowner) dapat melanggar pola tidur yang mencapai tidur pulas.
d) Lengkapi jadwal tidur dan ritoal
secara teratur. Katakan pada pasien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.
Rasional
: Pengatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kestabilan lingkungan. Catatan:
Penundaan waktu tidur mungkin diindikasikan untuk memungkin pasien membuang
kelebihan energi dan memfasilitas tidur.
e) Berikan makanan kecil sore hari,
susu hangat, mandi dan masase punggung.
Rasional
: Meningkatkan relaksasi dengan perasan mengantuk
f) Turunkan jumlah minum pada sore
hari. Lakukan berkemih sebelum tidur.
Rasional
: Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi kekamar mandi/berkemih selama
malam hari.
g) Putarkan musik yang lembut atau
”suara yang jernih”
Rasional
: Menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara-suara lain dari
lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyeyak.
2)
Kolaborasi
a) Berikan obat sesuai indikasi :
Antidepresi, seperti amitriptilin (Elavil); deksepin (Senequan) dan trasolon
(Desyrel).
Rasional
: Mungkin efektif dalam menangani pseudodimensia atau depresi, meningkatkan
kemampuan untuk tidur, tetapi anti kolinergik dapat mencetuskan dan memperburuk
kognitif dalam efek samping tertentu (seperti hipotensi ortostatik) yang
membatasi manfaat yang maksimal.
b) Koral hidrat; oksazepam (Serax);
triazolam (Halcion).
Rasional
: Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis rendah mungkin efektif dalam mengatasi
insomia atau sindrom sundowner
c) Hindari penggunaan difenhidramin
(Benadry1).
Rasional
: Bila digunakan untuk tidur, obat ini sekarang dikontraindikasikan karena obat
ini mempengaruhi produksi asetilkon yang sudah dihambat dalam otak pasien
dengan DAT ini.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum.
Tujuan
: klien dapat melakukan aktivitas ringan atau total.
Kriteria
hasil : a. perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
b.
pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
c.
Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak
Intervensi
1) Rencanakan periode istirahat yang
cukup.
Rasional
: mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat
digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2) Berikan latihan aktivitas secara
bertahap.
Rasional
: tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan
dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3) Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji
respons pasien.
Rasional
: menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari
latihan.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges
Marylinn E, 2000. Moorhouse Mary Frances, geissler Alice. Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi 3), Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, Media
Aesculapius, Jakarta.
Setiawan, 2012. Hernia Inguinalis. (online), (http://setiawanaj.blogspot.com/
diakses tanggal 20 Nopember 2012).
Sjamsuhidajat,
Wim De Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, penerbit EGC,
Jakarta.
Celana Hernia
BalasHapusCelana Hernia Dewasa
Celana Hernia Anak
Celana Hernia Wanita
Obat Hernia